Wali Nikah
Dalam pasal 19 ( sembilan belas ) dinyatakan bahwa “ Wali Nikah
dalam Perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita
yang bertindak untuk menikahkannya. Dan yang bertindak sebagai wali nikah ialah
seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum Islam yakni muslim, aqil dan
baligh. (KHI. Ps. 20 : 1 ). Wali Nikah terdiri dari Wali nasab dan wali hakim,
(KHI. Ps. 20 : 2 )
Wali nasab terdiri dari empat kelompok dalam urutan kedudukan,
kelompok yang satu didahulukan dari kelompok yang lain sesuai erat tidaknya
susunan kekerabatan dengan calon mempelai wanita, meliputi : ( KHI. Ps. 21 : 1
)
- Kelompok kerabat laki – laki garis lurus ke atas yakni ayah,
kakek dari pihak ayah dan seterusnya.
- Kelompok kerabat saudara laki – laki kandung atau saudara laki –
laki seayah dan keturunan laki – laki mereka.
- Kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah,
saudara seayah dan keturunan laki – laki mereka.
- Kelompok saudara laki – laki kandung kakek, saudara laki – laki
kakek seayah dan keturunan laki – laki mereka.
Apabila dalam satu kelompok wali nikah terdapat beberapa orang yang
sama – sama berhak menjadi wali, maka yang paling berhak menjadi wali ialah
yang lebih dekat derajat kekerabatannya dengan calon mempelai wanita. ( Ps. 21
: 2 )
Apabila dalam satu kelompok sama derajat kekerabatannya maka yang
berhak menjadi wali ialah kerabat kandung dari kerabat yang hanya seayah. . (
Ps. 21 : 3 )
Apabila dalam satu kelompok derajat kekerabatannya sama yakni sama
– sama derajat kandung atau sama – sama derajat ayah, mereka sama – sama berhak
menjadi wali nikah, dengan mengutamakan yang lebih tua dan memenuhi syarat –
syarat wali ( Ps. 21 : 4 )
Apabila wali nikah yang paling berhak, urutannya tidak memenuhi
syarat sebagai
Wali nikah atau oleh karena wali nikah itu menederita tuna wicara,
tuna rungu atau udzur, maka hak menjadi wali bersgeser kepada wali nikah yang
lain maenurut derajat berikutnya, ( KHI. Ps. 22 )
Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila wali
nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkan atau tidak diketahui tempat
tinggalnya atau gaib atau adhal atau enggan. , ( KHI. Ps. 23 : 1 )
Dalam hal wali adhal atau enggan maka wali hakim baru dapat
bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan Pengadilan Agama tentang wali
tersebut.
( Ps. 23 : 2 )
Dari beberapa keterangan tersebut diatas tampak bahwa kedudukan
wali dalam pernikahan di Indonesia sangat menentukan dan menjadi salah satu
syarat dan rukun dalam pelaksanaan perkawinan di Indonesia.
Belum ada Komentar untuk " "
Posting Komentar