iklan header

Rangkuman Kejahatan Yang Sempurna Sosiologi Hukum

Kejahatan Yang Sempurna


Ada Anggapan bahwa kejahatan hanya dipandang sebagai produk, misalnya sebagai produk undang-undang. Seseorang dikatakan jahat karena undang-undang mencapnya demikian. Kejahatan juga ditafsirkan sebagai produk social, karena kemiskinan, diskriminasi rasial, kebodohan.

Selaras dengan pendapat di atas, para ahli hukum pidana hanya memberikan pengertian kejahatan secara yuridis belaka. Bahwa kejahatan merupakan segala tingkah laku manusia yang dapat dipidana, yang diatur dalam hukum pidana.

Menurut Made Darma Weda, pengertian secara yuridis bukan merupakan pengertian kejahatan yang lengkap. Berbagai ahli kriminologi, dengan teroinya masing-masing. Mulai dari teori asosiasi diferensial, teori anatomi, teori subkultur, sampai teori konflik, menjelaskandan mengkaji permasalahan kejahatan namun, usaha mereka mengalami kegagalan.

Pandangan Ahli hukum pidana dalam memberikan arti kejahatan belum cukup mengungkapkan makna the perfect crime. Dalam kondisi poskriminalitas, harus ada cara pandang atau pola pikir yang berubah. Dibutuhkan cara pandang sosiologis.

Dengan pemahaman sosiologis, maka dapat mendekonstruksi arti atau makna kejahatan yang sempurna. Pemahaman sosiologis akan mengantarkan kita menuju poskriminalitas dan sekaligus akan mempertemukan hukum dengan realitasnya. Hanya dalam realitas, hukum dapat dipahami, bukan lewat pasal-pasal yang terdapat dalam setiap perundang-undangan.

Hukum dipahami dalam struktur masyarakat, yaitu hukum yang dijalankan sehari-hari. Dengan demikian apabila kita memahami hukum dalam realitasnya, maka kita harus keluar dari batas peraturan hukum dan mengamati praktek hukum sebagaimana dijalankan dalam masyarakat. Dengan begitu, dalam mengartikan kejahatan, tidak hanya terpatok pada undang-undang belaka karena ada kemungkinan perfect crime adalah undang-undangnya itu sendiri atau para penguasa yang berlindung di balik undang-undang tersebut.

Ahli Sosiologi hukum menegaskan bahwa pandangan para ahli hukum normatif dan pandangan yang tuntas dari para ahli sosiologi, memberikan lingkup hidup yang amat berbeda dari kenyataan social dan hukum. Inilah yang menyebabkan mereka tidak mungkin saling bertemu.

Dalam cara pandang tersebut, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa di Indonesia, perselisihan yang kurang sehat telah membawa konsekuensi hilangnya kemampuan untuk melihat dan keinginan untuk membaca (memberi makna) realitas hukum. Dalam hal ini, tidak dapat dikatakan bahwa sosiologi berada diatas segala-galanya, karena apa yang telah dilakukan oleh para ahli sosiologi untuk memahami hukum secara realistik tetap tidak dapat menutupi kegagalan mereka untuk dapat menjelaskan ciri khas hukum. Yang patut dicatat bahwa realitas hukum terletak dalam realitas sosial.

B. Melihat Bentuk Kekerasan Dalam Undang-Undang
Tak dapat dipungkiri, segala aspek kehidupan, hamper semuanya diatur oleh undang-undang. Mulai diri sampai alam semesta. Semuanya ada undang-undangnya. Itu adalah ciri Negara modern, kesemuanya harus ditata rapi.

Terlalu banyak aturan dalam Negara kita, semuanya mengatur demi ketertiban. Namun terkadang kita lupa bahwa aturan-aturan yang selama ini kita jalankan mengandung di dalamnya (walaupun tidak semua) kejahatan tersembunyi.

Kejahatan, bagi penulis klasik dan positivistic dipandang sebagai produk perundang-undangan. Namun, suatu hal yang sangat penting yang perlu diperhatikan bahwa aturan seringkali memarjinalkan kelompok tertentu. Undang-undang terkadang menjadikan dirinya sebagai pendukung hak dan kewajiban dari orang-orang yang mampu saja.

Bagi mereka yang tidak mampu menyediakan penasehat hukum disediakan bantuan hukum seniri. Akan tetapi, bila kita telaah kembali ketentuan bagaimana cara mendapatkan bantuan hukum menurut pasal 56 tersebut, sudah pasti bagi yang tidak mampu dan diancam pidana lima tahun atau lebih, berhak mendapatkan bantuan hukum.  Maka undang-undang telah meberi cap bagi mereka yang diancam pidana lima tahun atau lebih (juga bagi mereka yang tidak mampu) sebagai penjahat. Itulah perfect crime.

Ada banyak cara menuju kekerasan atau kejahatan sempurna.
A.   Ketika kejahatan Negara atau pengadilan begitu kolosal dan massif, sehingga melampaui kemampuan perangkat hukum untuk mengusutnya.
B.   Ketika kejahatan ditutupi oleh simulacra of crime, yaitu ketika kejahatan begitu rapi direncanakan, diorganisir, dan dikontrol, sehingga ia melampuai jangkauan perangkat hukum. Seolah-olah tidak ada barang bukti, tidak ada pelaku, tidak ada korban.
C.   Ketika kejahatan dan kekerasan berlangsung dengan tingkat ketidakterlihatan (invisibility) yang sangat tinggi.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kejahatan sempurna adalah kejahatan yang dengan jitu membunuh realitas, yang menikam kebenaran, yang menusuk keadilan, kejahatan yang begitu rapi direncanakan, diorganisir dan dikontrol.

          Benar apa yang dikatakan oleh Arthur Brittan “bahwa baik diri maupun masyarakat dibentuk oleh unsur-unsur yang sama yang disebut symbol-simbol. Contoh yang sangat jelas adalah symbol linguistik. Dengan kata lain, penulis hanya  bisa mengetahui siapa sebenarnya penulis, karena orang lain mengatakan bahwa penulis adalah merupakan semacam objek sosial.

          Pada Tingkat peradaban modern sekarang ini, pembuatan undang-undang merupakan pekerjaan tersendiri. Di Fakultas Huum telah diajarkan bagaimana cara pembuatan undang-undang dari mulai mata kuliah Pengantar Ilmu perundang-undangan sampai Legislative drafting.

          Hal itu mencerminkan bahwa undang-undang merupakan suatu hal yang sangat penting. Akan tetapi yang diajarkan pembuatan undang-undang tersebut tidak melihat realitas sosialnya. ‘

          Mata Kuliah yang diajarkan tersebut hanya melihat bagaimana caranya pembuatan undang-undang tersebut dalam bentuk formal , sementara substansinya dikesampingkan begitu saja.

          Memang legalitas atau keabsahan secara hukum dalam pembuatan perundang-undangan menjadi tolok ukur utama dan mengalahkan ukuran legitimasi atau keabsahan secara sosiologis.

          Cacat dalam prosedur pembuatan undang-undang segera mengundang pembatalan tetapi tidak demikian halnya dengan cacat atau kealahan dalam muatan seacara sosiologis.

          Hal ini seperti yang dikatakan diatas, bahwa di fakultas hukum (S1) telah diajarkan. Akan tetapi tidak diajarkan utnuk mengatur masyarakat.


Belum ada Komentar untuk "Rangkuman Kejahatan Yang Sempurna Sosiologi Hukum"

Posting Komentar

Silakan berikan komentar jika ada hal-hal yang ingin ditanyakan

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel