Sejarah Lahirnya Ilmu Nahwu Sharaf Dan Ruang Lingkupnya
SEJARAH LAHIRNYA ILMU
NAHWU SHARAF DAN RUANG LINGKUPNYA
Drs. Uu Suhendar, M.Ag
A.
SEJARAH
LAHIRNYA ILMU NAHWU SHARAF
Ketika Islam masih tersebar di seputar jazirah arab, persoalan bahasa
tidak terlalu bermasalah, hanya berbeda pada nabar intonasi maupun
dialek dan tidak berpengaruh terhadap keberadaan Al-Qur’an. Setelah islam
tersebar ke luar jazirah arab, mulai muncul persoalan terutam yang berkaitan
dengan bacaan al-Qur’an, banyak orang yang salah membaca syakal
(baris) yang dari sisi makna cukup membahayakan. Di antara orang yang begitu
peduli terhadap ketatabahasaan al-Qur’an adalah Abul Aswad Ad-Duali, ia seorang
tabi’in, sahabat dekat Ali bin Abi Thalib. Pada suatu hari beliau melewati
orang yang sedang membaca Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 3, kemudian orang itu salah
dalam membaca lafadz wa rasūluhu, malah ia baca wa rasūlihi.
....أَنَّ ٱللَّهَ بَرِيٓء مِّنَ
ٱلۡمُشۡرِكِينَ وَرَسُولُهُ ....
Jika lafadz warosūluhu disyakali
dengan kasroh wa rasūlihi maka terjemahnya : “Sesungguhnya Allah
berlepas diri dari orang-orang musyrik dan Rasul-Nya”. Adapun terjemah yang benar adalah : “….Bahwa sesungguhnya
Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin…..” (At-Taubah :3)
Peristiwa tersebut dilaporkan kepada sahabat Ali bin Abi Thalib, lantas
beliau memerintahkan kepada abul aswad Ad-Duali untuk menyusun tata bahasa
Al-Qur’an dengan ungkapan :
أَنْحُ هَذَا النَّحْوَ
“buat (tata bahasa) yang seperti ini”
Ungkapan itulah menjadi nama ilmu tata bahasa
arab yakni Ilmu Nahwu. Secara harfiyah nahwu artinya arah atau
juga artinya mirip, seperti ungkapan di bawah ini :
1.
ذَهَبْتُ نَحْوَ جَاكَرْتَا (Saya pergi menuju arah Jakarta)
2.
فَيْصَال نَحْوَ عُثْمَان (Faisal mirip Utsman)
Disamping kasus salah baca Al-Qur’an, Abul Aswad juga pernah salah paham
ketika pada suatu malam berdialog dengan putrinya. Sambil menatap langit
putrinya berkata kepada ayahnya :
مّا أَحْسَنُ السَمَاءِ؟ (apa yang indah di langit?)
نُجُوْمُهَا!(bintang-bintangnya)
إِنَّمَا أَرَدْتُ
التَّعَجُّبَ(saya bermaksud menyatakan
kekaguman, bukan bertanya)
قُوْلِيْ : مَا أَحْسَنَ
السَّمَاءَ !(katakanlah oleh mu :
“alangkah indahnya langit”)
Putrinya menyatakan kekaguman terhadap keindahan langit yang bertabur
bintang dan ia mengungkapkannya dengan redaksi istifham (kalimat tanya)
: “Mā Ahsanus samā-i ?” dengan memberi syakal dhammah pada nun dan
syakal kasrah pada as-samā-I, yang artinya adalah “Apa yang indah di
langit?” maka spontan ayahnya menjawab : “Nujūmuhā”
(bintang-bintangnya). Namun, anaknya berkata : “Saya bermaksud menyatakan
kekaguman bukan bertanya”. Maka ayahnya meluruskan ungkapan putrinya, jika
menyatakan ta’ajjub maka redaksi yang benar adalah : “mā ahsanas samā-a” (alangkah
indahnya langit!), dengan memberi syakal fathah pada ahsana dan
syakal fathah pada As-Samā-a. sejak itulah Abul Aswad lebih melengkapi
tata bahasa arab.
Sepeninggal Abul Aswad Ad-Duali, ilmu nahwu lebih dikembangkan bersama
Ilmu sharaf oleh Maimun Al-Arqon, Abu Amr bin Ala’, Imam Kholil al Farahidi Al
Bashri, Imam Sibawaih, dan Imam Al Kisa’i. Buku nahwu yang paling popular di
indoensia adalah Al-Ajrūmiyyah karya Abu Abdillah bin Muhammad bin Daud
Ash-Shanhaji yang popular dengan sebutan Ibnu Ajrūm (276-733 H). buku
ini menjadi penting untuk dipelajari lantaran disamping berisi kaidah-kaidah
Nahwu dan Sharaf secara ringkas, juga membahas sisi fisiologis penamaan
istilah-istilah dalam ilmu nahwu. Buku ini juga telah disyarah oleh Muhammad
Muhiyuddin Abdul Hamid dengan judul Attuhfatul Assaniyyah.
B.
Unsur Unsur Bahasa Arab
Bahasa arab merupakan kunci utama
untuk memahami Al-Qur’an maupun Hadits karena dengan bahasa inilah Allah
Subahanu wata’ala menyampaikan wahyu kepada Rasulullah shallallāhu ‘alaihi
wasallam, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. Yusuf : 1-2.
الٓرۚ تِلۡكَ ءَايَٰتُ ٱلۡكِتَٰبِ
ٱلۡمُبِينِ ١ إِنَّآ
أَنزَلۡنَٰهُ قُرۡءَٰنًا عَرَبِيّٗا لَّعَلَّكُمۡ تَعۡقِلُونَ ٢
“Alif,
laam, raa. Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al Quran) yang nyata (dari Allah)”
“Sesungguhnya
Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu
memahaminya”
Bahasa arab mempunyai dua unsur pokok :
1.
Unsur Phonetika
Unsur phonetika ini meliputi makharijul hurūf wa sifatuhā (tempat
keluarnya suara huruf-huruf dan sifat-sifatnya). Makhārijul huruf dibagi menjadi tiga kelompok : pertama, makhraj tenggorokan dan ujung
dalam tenggorokan. Kedua, makhraj pada lidah, dan ketiga, makhraj pada bibir.
Adapun sifat-sifat huruf terbagi kepada enam kelompok : pertama, aljahr
dan al-hams. Kedua, syiddah, tawasuth dan rakhawah.
Ketiga, ithbaq dan infitah. Keempat, irtifa dan istifal.
Kelima, idzlaq dan ishmah. Keenam, ashshafir dan allayyin.
Unsur phonetika ini selanjutnya menjadi bahasan ilmu tajwid.
Unsur
semantika
Unsur semantika ini berkaitan dengan isi bahasa itu sendiri dan terdapat
empat displin ilmu :
a. Ilmlu nahwu (Syntaxis)
Ilmu nahwu adalah ilmu yang mempelajari isi bahasa dengan memperhatikan
suara yang jatuh (syakal hurul) pada akhir setiap kata dan menentukan posisi
kata tersebut dalam susunan kalimat. Misalnya lafadz الله dalam
Al-Qur’an ,kita akan menemukan tiga macam syakal akhir yakni bersyakal akhir dlammah,
fatah dan kasrah. Ketika kita salah menentukan syakal akhir maka
akan sangat berpengaruh terhadap terjemahnya dan selanjutnya berakibat fatal
terhadap penentuan hukum.
b. Ilmu sharaf (morfologi)
Ilmu sharaf merupakan ilmu yang mempelajari isi bahasa dengan
memperhatikan komposisi huruf yang membentuk sebuah kata dan maknanya. Misalnya
kita menemukan lafadz Al-Muslimu dalam berbagai bentuk dan perubahan.
Bisa menjadi : al-muslimāni (dua orang laki-laki muslim) atau al-muslimaini
(dua orang perempuan muslim) dan sebagainya.
Ilmu nahwu dan Sharaf ini disebut Qawa’id Al-‘Arabiyyah
(Tata Bahasa Arab) lantaran dalam aplikasinya kedua ilmu tersebut tidak bisa
dipisahkan satu sama lainnya.
c. Ilmu Balaghah (stylistik)
Ilmu balaghah adalah ilmu yang mempelajari isi bahasa dengan
memperhatikan gaya bahasa yang digunakan. Ilmu balaghah ini ada tiga fokus
bagian, ada yang fokus pada keredaksian yang disebut Ilmu Bayan, ada
yang fokus pada keindahan lafad dan makna yang disebut Ilmu badi’ dan
yang fokus pada pemahaman makna dan tujuan kalam disebut ilmu ma’ani.
d. Ilmu perkamussan (Leksikologi)
Ilmu perkamusan adalah ilmu yang mempelajari isi bahsa dengan
memperhatikan asal-usul kata dan penggunaannya di kalangan komunitas Arab.
Setiap kata dalam bahasa arab mempunyai arti fisiologis tersendiri, misalnya Ibnu
Faris, salah seorang pakar leksikologipenyusun kamus Miqyāsul Lughah
menelusuri penggunaan kata شَكَرَ di kalangan bangsa Arab dan menemukan empat macam penggunaan :
pertama, Ats-tsana yakni ucapan terima kasih atau pujian terhadap orang
yang berbuat baik. kedua, Al-Imtila yang berarti unta hamil yang susunya
subur. Ketiga, Annuwi yang berarti pohon apabila telah keluar tunas dan
keempat diartikan Annikah. Wanita yang sudah menikah dan punya anak disebut
syakiroh. Keempat makna tersebut memiliki makna dasar sama yakni tumbuh,
tambah dan berkembang. Al-Qur’an menggunakan kata syukur dan mengacu
pada asal usul kata tersebut dapat diartikan bahwa makna syukur adalah
menumbuh kembangkan seluruh potensi yang dianugerahkan Allah subhanahu wata’ala
kepada kita dengan meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Bentuk
syukurnya guru akan berbeda dengan syukurnya petani maupun dokter atau pedagang.
Setiap kata yang dibangung oleh huruf yang sama akan memiliki makna dasar yang
sama pula, misalnya kata شَكَرَ, شَرَكَ dan كَشَرَ. Lafadz syaroka sama dengan al-imtidad yang
artinya bertambah kawan atau manjangan (sunda). Musyrik artinya orang
yang bertuhankan lebih dari satu, atau syirkah artinya perusahaan
patungan dan lafadz kasyara artinya tersenyum lebar atau nyengir (sunda).
Ketiganya mempunyai makna dasar berkembang. Dalam basa sunda disebut kecap sawanda,
seperti kecap galing, golong, gēlēng, gelung, gulung memliki makna dasar
bulat/buleud atau kata getih dan geutah, getih merupakan darah bagi
manusia dan geutah merupakan darah bagi tumbuhan. Ilmu ini sangat penting
dipelajari untuk memudahkan memahami asal-usul kata yang terdapat dalam
Al-Qur’an atau Al-Hadits dan menjadi landasan Tafsir Tahlili (Tafsir Analisis).
C.
Peta konsep
ilmu nahwu
Ilmu Nahwu dan Sharaf mempunyai wilayah kajian yang berbeda. Adapun
wilayah kajian ilmu Nahwu sebagai berikut :
Kata atau lafadz dalam Ilmu Nahwu dibagi menjadi tiga jenis ; isim,
fi’il dan huruf
a. Isim
Isim dibagi dua, isim mabni dan isim mu’rab. Isim mu’rab adalah isim
yang bersyakal akhir tidak tetap, sedangkan isim mabni adalah isim yang
bersyakal akhir tetap.
Isim mu’rab dibagi menjadi tiga kelompok :
1)
Marfu’, meliputi
: Mubtada, khabar, Isim kāna wa akhwātuha, khabar inna, Fā’il, Naib Fā’il dan Tābi’ lil
marfu’.
2)
Manshub,
meliputi : Khabar kāna wa akhwatuhā, Isim Inna wa akhwātuhā, Maf’ul bih,
maf’ul muthlaq, maf’ul liajlih, maf’ul ma’ah, maf’ul fīh, hal, mustatsnā, munāda, tamyīz, dan tābi’ lil manshub.
3)
Majrur,
meliputi : huruf-huruf jar, idhafah dan tabi’ lil majrur.
Tawabi’ mencakup ‘athaf, badal, taukid dan na’at.
Isim mabni meliputi : dlamir, isyarah, maushul, isim syarat, istifham
dan lafadz khusus.
b. Fi’il
Fi’il dibagi dua : Mabni, yakni yang bersyakal tetap, sedangkan mu’rab
adalah yang bersyakal tidak tetap.
-
Fi’il mabni
ada tiga : Fi’il Mādli, Fi’il
mudlāri’ dan fi’il
Amr.
-
Fi’il mu’rab
ada tiga : Mudlāri’ marfu’, mudlāri Manshūb dan Mudlāri’ Majzūm.
c. Harf
harf dibagi menjadi tiga kelompok :
-
Harf yang
hanya masuk pada isim
-
Harf yang
hanya masuk pada fi’il
-
Harf yang bisa
masuk pada isim maupun fi’il.
D.
Pola kalimat
pola kalimat terdiri dari :
a. Bentuk kalimat
b. Posisi jumlah dalam I’rab
c. Uslub dalam Ilmu Nahwu
E.
Peta konsep
ilmu sharaf
Ilmu sharaf adalah ilmu yang mempelajari komposisi huruf dalam sebuah
kata, baik pada isim maupun fi’il melalui proses ibdal maupun I’lal.
Wilayah kajian ilmu sharaf hanya mempelajari komposisi huruf pada isim
dan pada fi’il.
a. Isim
Komposisi huruf pada isim bisa dilihat dari :
1)
Bun-yatihi (komposisi huruf) : Shahih dan Ghoer shohih
(maqshur, manqush dan mamdud)
2)
Ta’yinihi (kejelasan makna) : Nakiroh dan ma’rifah.
3)
Nau’ihi (macamnya) : Mudzakar dan muannats
4)
‘Adadihi (kuantitas) : Mufrad, mustanna dan jama’
5)
Tarkibihi (proses pembentukan) : isim jāmid dan isim musytaq
6)
Tashgirihi (pola pentashgiran / mengecilkan)
7)
Nisbah ilaih (pola penisbahan)
b. Fi’il
Komposisi huruf pada fi’il bisa diilihat dari :
1)
Bunyatihi (komposisi huruf) : shahih dan mu’tal
2)
Tarkibihi (proses pembentukan) : mujarrod dan mazid
3)
Zamanihi (waktu peristiwa) : madli, mudlari’ dan amar.
4)
Ma’mulihi (kelengkapan objek) : lazim dan muta’adi
5)
Dzikri Fa’ilihi (penyebutan subjek) : ma’lum dan
majhul
6)
Tashrifihi (kelengkapan pola) : jamid dan mutasharif.
c. Al-‘Udūl
Yaitu lafadz-lafadz yang menyimpang dari wazan.
izin bertanya sumber ambilan dari sejarah nahwu sharaf darimana terima kasih banyak
BalasHapus